News

Begini Perkembangan Teknologi AI di Dunia

Follow Kami di Google News Gan!!!

Begini Perkembangan Teknologi AI di Dunia

Ketika orang berpikir tentang Artifcial Intelligence (A.I.), kami segera melompat ke salah satu dari kiasan robot populer Hollywood yang mengambil alih dunia dan memperbudak manusia setelah mencapai kesadaran diri. Greg Corrado, ilmuwan peneliti senior dan CO-Founder dari tim belajar di Google berpikir bahwa skenario ini hanya fantasi dan harus tetap berada di Hollywood. Mengapa kita harus mendengarkan Greg? Baiklah, gelar miliknya bukan sekedar untuk ditunjukan, di luar Google, karya penelitiannya telah diterbitkan dalam makalah yang bertopik seputar artifcial intelligence, neuroscience dan mesin pembelajaran berskala. Dia juga bekerja pada Penelitian IBM tentang perangkat silikon neuromorphic dan simulasi saraf skala besar, sebuah topik yang pernah ditulis sebelumnya. (lihat majalah HWM edisi November 2015, Emulating the Living Brain) Jadi, jika Skynet atau The Matrix adalah fksi murni, lalu apakah A.I. itu nyata? Bagaimana jika saya mengatakan bahwa Anda sudah menggunakan dan mengambil manfaat dari A.I. dan dengan secara jelas mengandalkannya untuk tugas sehari-hari Anda?

Revolusi Mesin Belajar

Para pengembang saat ini lebih memilih istilah mesin belajar, bukan sekedar penamaan saja. Menurut Google, mesin belajar adalah sebuah revolusi yang mengubah bagaimana software dikembangkan. Dalam pemrograman tradisional, software terikat oleh aturanaturan yang jelas. Misalnya, sewaktu lima tahun yang lalu, disaat email Anda masuk ke folder spam, mungkin hal itu dilakukan karena email yang masuk telah diatur dengan kata kunci – seperti ‘viagra’. Dan itu akan terus seperti itu meskipun Anda punya wewenang untuk mengatakan hal yang vulgar atau memberikan sebuah resep obat. Kemudian Anda harus menentukan aturan lain secara jelas untuk mengecualikan email dari seorang dokter misalnya. Mesin belajar di sisi lain adalah model pengembangan yang menantang programmer untuk menulis program yang belajar dari contoh; mirip dengan bagaimana seorang manusia yang belajar dari sebuah kesalahan. Jadi, bilamana aplikasi mesin belajar memiliki tingkat kesalahan yang tinggi pada awal mulanya, cukup diberikan waktu dan contoh data untuknya, itulah yang akan menjadikannya semakin akurat. Google sudah barang tentu yang menjadi salah satu pemrakarsanya dari mesin belajar dan semua produknya telah dipikirkan untuk dirancang sesuai dengan model pengembangan seperti ini. Sebagai contohnya flter spam pada Gmail, saat ini akurasi pencegahan semua spam mencapai 99% (menurut blog Google Gmail, July 2015). Dan setiap saat Anda menerima email, ditandai atau tak ditandai, Gmail terus mempelajarinya. Hal yang sama berlaku pada pengenalan ucapan dan teks. Anda mungkin ingat ketika Apple meluncurkan Siri pada 2011. Siri tidak terlalu bagus mengenali aksen. Sungguh menakjubkan hanya dalam empat tahun, Siri tidak hanya memahami aksen, tapi beberapa bahasa. Padahal, produk mesin pengenalan ucapan milik Google telah digunakan seperti yang ada sekarang dan mesin penerjemahnya telah ditingkatkan yang memiliki akurasi transkrip 20% dan saat ini dengan menerjemahkan tingkat kesalahan berkurang dari 23 % hingga 8 %.

Baca Juga  Mengenal Berpikir Kritis: Cara Mengasah, Manfaat, dan Prakteknya

Mendalami A.I. Masa Kini Saat ini,

analisa teks dan pengucapan merupaka contoh yang sangat jelas bagaimana mesin belajar digunakan untuk meningkatkan akurasi software berkelanjutan, namun apakah ada yang benar-benar cerdas? Kelas lanjutan dari model mesin belajar yang mencoba mensimulasikan jaringan saraf, seperti saraf otak kita. Jaringan saraf buatan ini membandingkan banyak ‘lapisan’ yang melatih model mesin belajar untuk bekerja dengan fungsinya sendiri, bahkan saling bekerjasama dan berbagi informasi dengan lapisan-lapisan lainnya untuk memperoleh jawaban dari pertanyaan yang sangat rumit. Contoh dari layanan yang dirancang secara mendalam adalah Google Photo, yang diluncurkan pada Mei tahun ini. Penglihatan komputer, seperti Google menyebutnya, adalah bagaimana Google Photo dapat secara “cerdas” mengidentifkasi informasi dari foto dan secara otomatis mengelompokannya, menandai dan menampilkan hasil pencarian yang relevan. Google Photo tidak hanya mampu mengidentifkasi seekor anjing dan kucing, bahkan mampu membedakan seekor bulldog dari Prancis. Model pembelajaran mendalam yang digunakan oleh tim Google Photo adalah Inception dan berisi 22 lapisan yang berbeda yang melihat semua hal yang berbeda di foto seperti garis, warna dan bentuk. Mengapa 22? Kami bertanya kepada Chris Perry, pemimpin Search and Analytics Google Photo, dan jawabannya biasa saja. Rupanya, itu karena 22 adalah jumlah optimal dari lapisan yang mereka capai, besok mungkin 25, tahun depan mungkin 50, tak ada aturan yang baku. Dan juga, setiap proyek Google menggunakan model mereka sendiri, sehingga itu bukan angka ajaib atau berarti apa pun. Tapi itu hanya awal. Selain mampu mengidentifkasi subyek dalam gambar, Inception juga digunakan untuk mempelajari hubungan antara subjek dan memahami lingkungan.

Baca Juga  Laptop Lenovo Baterai Awet Tahan Lama dengan Fingerprint

Misalnya, Anda dan saya melihat gambar dan segera mengidentifkasi bahwa itu gambar pesta ulang tahun. Sebuah komputer hanya mampu “melihat” empat orang dan kue, tanpa konteks yang lebih lanjut. Inception akan mencoba menebak itu adalah ulang tahun melalui pembelajaran mendalam, memberikan komputer rasa yang lebih realistis untuk mencapai kecerdasan buatan. Aplikasi Google lainnya juga mendapatkan keuntungan dari mendalami jaringan saraf termasuk aplikasi Translate, yang menggabungkan penglihatan komputer dan pengenalan teks untuk menerjemahkan gambar dari dan ke bahasa yang berbeda secara real time, dan Smart Reply, sebuah ftur baru untuk Inbox yang mampu menganalisis email yang masuk dan menyarankan balasan konteks aktual yang relevan. Tentu saja, Google telah menjadi Google, mereka memiliki keuntungan lebih dari seluruh penggunaan internet dari mesin pencari dan gambar, pelan-pelan mereka melatih dan mendalami jaringan mereka. Pada bulan November 2015, Google merilis tensorFlow, mesin sumber pustaka yang sepenuhnya terbuka bagi umum, tetapi mereka bukan satu-satunya. Microsoft memiliki Project Azure, mesin pengenal wajah yang didukung oleh Cortana dan Oxford. Awal tahun lalu, Microsoft mencoba menebak usia Anda dari gambar dan pada bulan November, merilis sebuah tool baru yang mencoba menebak emosi Anda. Sementara, kemajuan ini dapat membawa kembali rasa takut kepada A.I. versi Hollywood, kita perlu memahami bahwa mesin belajar tidak terlalu cerdas, hanya sebuah metode yang lebih kompleks dalam memperoleh jawaban. Mungkin Anda harus waspada terhadap privasi Anda, karena satu-satunya cara sistem mesin belajar menjadi lebih baik adalah ia terus-menerus memiliki input data, yaitu input data yang Anda berikan.

Baca Juga  Aplikasi Smartphone IOS Android untuk Nonton Drama Korea Terbaik
Tech.id Media ( Aldy )

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Hy Guys

Tolong Matikan Adblock Ya. Situs ini biaya operasionalnya dari Iklan. Mohon di mengerti ^^