Alat untuk Melakukan Foto Secara Diam Diam
Tekno Tips - Memotret Lewat Kedipan Mata
Memotret sudah seperti candu bagi semua orang. Setiap melihat kejadian, reflek pertama adalah memotret. Jika saat ini masih agak ribet, suatu saat aktivitas ini tinggal mengedipkan mata saja. Ya, kamera yang ditaruh di lensa kontak sedang diincar para raksasa gawai. Dalam film Mission Impossible yang dibintangi Tom Cruise, ada salah satu adegan ketika sang bintang memotret cukup dengan mengedipkan mata saja.
Ya, ada sebuah lensa kamera yang dipasang di lensa kontak. Jepretan lalu dikirim secara nirkabel ke sebuah komputer atau gawai bergerak. Dalam beberapa film fiksi ilmiah, lensa kontak memang menjadi barang yang “seksi” untuk diberdayakan. Misalnya saja sebagai suryakanta atau kaca pembesar. Atau bisa juga sebagai mesin foto-kopi mini. Imajinasi yang jauh melompat ke masa depan namun pelan tapi pasti fiksi itu berubah menjadi nyata. Banyak teknologi tercipta melalui refleksi sebuah film. Setelah Google meluncurkan Google Glass, beberapa raksasa elektronik dibantu ilmuwan di perguruan tinggi mencoba memasukkan lensa itu sedekat mungkin dengan mata.
Samsung misalnya, sudah mengajukan paten sebuah lensa kontak dengan layar penampil yang memroyeksikan imaji langsung ke mata pemakai. Sebuah kamera yang tertanam di dalamnya memiliki sensor yang dapat dikendalikan menggunakan kedipan mata. Jadi, wahai gadis cantik, mulailah berbias prasangka ketika seorang cowok mengedipngedipkan matanya ke arahmu. Tak menimbulkan iritasi Menurut laporan sebuah blog SamMobile, sebuah antena yang menyatu dengan kamera akan memancarkan gambar yang tertangkap tadi ke sebuah gawai semacam ponsel pintar (atau malah ponsel pintar nantinya) untuk diproses. Samsung mulai mengembangkan lensa kontak pintar itu sebagai “jawaban” atas Google untuk memberikan pengalaman augmented reality (AR) yang lebih baik. Lensa kontak pintar itu memungkinkan AR diproyeksikan langsung ke mata pemakai dan lebih terlihat di waktu yang sama. Masukan lewat kedipan mata bukanlah sesuatu yang jauh dari angan.
Google Glass memiliki kemampuan yang memungkinkan penggunanya mengambil gambar dengan mengedipkan mata. Meskipun, yang lebih masuk akal tentu menggunakan ponsel pintar sebagai layar sentuh. Soalnya, orang normal dalam semenit saja berkedip sebanyak 10 sampai 15 kali. Berapa banyak frame akan tercipta dari kamera lensa kontak ini? Jalan menuju kamera lensa kontak itu sudah dirintis oleh Jang-Ung Park, profesor di School of Nano-Bioscience and Chemical Engineering di Ulsan, Korea Selatan. “Kami percaya bahwa penggabungan antara material nano dua dimensi dan satu dimensi akan menghasilkan perangkat elektronik fleksibel dan alat bio-sensor yang bisa ditanam di tubuh, ”kata Jang-Ung. (Kaca mata canggih seperti Google Glass dan lensa kontak AR bukanlah barang baru.
Namun ilmuwan Korea Selatan merupakan yang pertama dapat membuat material fleksibel dan tembus pandang yang bisa digunakan di lensa kontak.) Microsoft dan University of Washington, AS, telah bekerja sama dalam sebuah proyek yang akan mewujudkan angan-angan dalam film fiksi ilmiah seperti Mission Impossible 4. Pada Januari 2012 mereka menciptakan prototipe lensa kontak AR yang bisa menerima sinyal radio dan meneruskannya ke otak melalui saraf optik. Elektrode tembus pandang sudah banyak dipakai di layar sentuh komputer, TV layar datar, peralatan pemancar-sinar. Yang menjadi persoalan, bahan yang digunakan – oksida timah indium – rapuh dan mahal karena terbatas persediaannya. Alternatifnya adalah jaringan acak electrode mNW yang murah tapi tidak stabil. Kabel nano graphene dan perak juga terbatas kemampuannya.
Nah, material campuran yang baru memiliki kinjera elektris dan optis dengan fleksibilitas mekanis dan bisa ditarik untuk penggunaan elektronika yang fleksibel. Akan tetapi, ilmuwan menemukan kelemahan material tadi. Yakni daya tahannya berkurang sedikit ketika dibengkokkan atau ditekuk. Elektroda tembus pandang hibrida itu memiliki “resistensi lembar” dan transmitansi tinggi. Hal ini dapat menjaga kelistrikan dan sifat optis melawan perubahan panas akibat oksidasi. Untuk mendemonstrasikan kemungkinan hal itu, para peneliti di Ulsan National Institute of Science & Technology membuat lensa kontak dengan menanam beberapa LED.
Seekor kelinci dijadikan percoba-an dengan memakai lensa kontak itu selama lima jam dan ternyata tidak menimbulkan iritasi atau persoalan kesehatan lainnya, seperti gumpalan darah di mata atau berusaha mengucek matanya. Bisa menangkap tiga dimensi Dalam paten Google, untuk menangkap gambar, lensa kontak harus terintegrasi dengan chip tipis, kabel, antenna, dan perangkat keras mini lainnya. Semua itu bisa ditempelkan di permukaan lensa atau malah ditanam di dalam lensa. Untuk menyambungkan beberapa peranti itu, bisa digunakan kabel, nirkabel, atau gabungan keduanya. Komponen penangkap gambar akan memerlukan sensor yang dapat menangkap cahaya dan mengubahnya menjadi data digital.
Ada dua sensor yang berkaitan dengan hal itu: complementary metal-oxidesemiconductor (CMOS) dan charge-coupled device (CCD). Plus ditambah photodiode (yang menangkap cahaya), sensor tekanan, sensor konduktivitas, sensor temperatur, sensor medan listrik, serta tombol mekanis mikro. Satu komponen lain yang vital adalah sumber daya. Lensa akan menerima (atau menghasilkan), menyimpan, dan mendistribusikan tenaga listrik ke perangkat keras internal tanpa tersambung langsung ke sumber listrik di luar. Dalam paten itu, komponen yang memungkinkan dipakai sebagai sumber daya diantaranya baterai, tenaga matahari, kapasitor, temperatur, atau sumber mekanis.
Sistem kamera lensa kontak ini bisa bekerja dengan satu lensa kontak atau dua-duanya. Jika menggunakan dua lensa kontak, bisa menangkap gambar tiga dimensi. Bisa autofocus. Nah, bayangkan betapa mudahnya kita memotret. Terlebih, Sony yang merupakan raksasa elektronik dari Jepang pun ikut-ikutan melirik lensa kontak pintar ini. Paten yang didaftarkan tak hanya bisa memotret atau merekam video, namun juga menyimpan hasilnya di bola mata. Oleh karena itu, ada komponen tambahan yang akan dibenamkan di lensa kontak itu, yakni modul penyimpanan. Sony juga mencoba mengatasi agar supaya setiap kedipan tidak selalu dianggap sebagai perintah untuk memotret.
Untuk keperluan itu ia memanfaatkan sensor piezoelektrik. Sensor ini akan mengukur lama kelopak mata menutup. Dari sini bisa dibedakan mana kedipan yang sadar dan mana yang tidak. Lalu akan terbentuk mekanisme sederhana untuk menangkap objek dan merekam video. Dalam paten itu disebutkan bahwa lama waktu berkedip normal biasanya antara 0,2 detik dan 0,4 detik. Dengan begitu, bisa dikatakan bahwa ketika lama waktu berkedip lebih dari 0,5 detik, kedipan itu ditandai sebagai kedipan yang tidak biasanya.
Untuk catu dayanya bisa diambil secara nirkabel melalui perangkat elektronik di dekatnya. Bisa ponsel pintar, tablet, atau komputer. “Jembatannya” bisa menggunakan induksi elektromagnetik, gelombang radio, atau resonansi medan elektromagnetik. Lensa kamera juga bisa di-zooming dan mencari fokusnya sendiri. Timbul pertanyaan, bagaimana ketika merekam video mata kita berkedip? Lensa Sony bisa melacak setiap kali kelopak mata kita menutup sementara sedang merekam video.
Dengan begitu, layar hitam bisa dihapus nanti. Untuk memutar video kita dapat menggunakan gerakan kelopak mata yang sudah kita tentukan, berbeda dengan kedipan mata yang diperlukan untuk mengakti?an atau mematikan fungsi lainnya. Misalkan, untuk menyalakan dengan menutup kelopak mata dua kali. Paten yang diajukan pada Februari 2014 ini juga menyebutkan bahwa lensa kontak bisa mengambil gambar, mengoreksi gambar yang tidak jelas (blur), dan mengatur auto focus, zooming, dan pengaturan bukaan. Terlihat seperti mimpi? Ya, semua memang masih dalam bayangan di atas kertas. Akan tetapi, bukankah sesuatu berawal dari mimpi? Kita tunggu saja.
Hargai Soal Privasi
Sebagai alat penangkap gambar yang sangat tersamar, timbul pertanyaan besar soal privasi. Kasus Google Glass bisa menjadi pakan. Ada beberapa orang yang merasa keberatan gerak-gerik mereka dipotret atau divideokan. Google sendiri sudah mengeluarkan daftar apa yang boleh dan tidak dilakukan (dos and don’t) bagi pemakai Glass. Misalnya meminta izin sebelum membuat video atau mengambil foto serta mematikan Glass di tempat yang tidak membolehkan menyalakan ponsel.
Ada juga kekhawatiran data pemakai yang dihasilkan dari lensa kontak akan tidak terkendali. Paten tidak menyebutkan soal privasi pemakai, dengan menyatakan bahwa pengguna bisa memilih untuk memberikan atau tidak data soal demografi, lokasi, atau data pribadi dan data sensitif lainnya. Persoalan lain adalah kenyamanan dan keamanan. Perangkat keras kamera harus tembus pandang atau diletakkan di pinggiran lensa kontak agar tidak mengalangi pupil sebagai gerbang mata melihat dunia luar.
Juga harus setipis mungkin agar mata tetap terasa nyaman. Bobot perangkat harus ditaruh di bagian bawah agar posisinya di mata tetap terjaga. Beberapa komponen komputasi (seperti LED) terbuat dari material beracun. Jadi harus dilapisi atau ditanam sedemikian rupa agar mata terlindungi dari paparan bahan beracun itu. Emisi gelombang radio juga harus di bawah tingkat normal.
- Fungsi Handycam Vs Kamera, Pilih yang Mana ? - December 16, 2024
- Kamera DSLR Canon dengan Wifi | SLR Termurah Fitur Lengkap - December 16, 2024
- Kamera Saku Layar Putar Murah Berkualitas Resolusi 4K Untuk Vlog & Selfie - December 15, 2024