Siapa Penemu Teknologi Jaringan 5G
Sektor industri memberi ladang baru yang menjanjikan untuk jaringan mobile phone generasi kelima. Namun, muncul kritik yang menyerang begitu besarnya biaya untuk revolusi tersebut.
Michael Lemke bukan orang baru di bidangnya. Ahli fisika bergelar PhD tersebut telah lama berkutat di .sektor telekomunikasi selama lebih dari 24 tahun. Selama seperempat abad lamanya, dia telah melihat standar telekomunikasi datang dan pergi. Sekarang, dia memperkirakan revolusi besar untuk jaringan mobile phone generasi kelima (‘5G’).
Dunia 5G Baru
“Internet yang kita tahu saat ini akan hilang dan berubah menjadi bentuk baru”, ramal Lemke, yang saat ini bekerja sebagai ahli teknologi senior di Huawei. “Internet akan lahir kembali ke dalam bentuk wireless”, tambahnya. Bukan hanya Lemke seorang yang ampu melihat cakrawala baru tersebut. Kabar yang diberikan oleh sektor telekomunikasi terkait 5G terdengar seperti mimpi jadi nyata: Rasio pengiriman data lebih cepat hingga puluhan dan ratusan kali dari sekarang, periode latency satu millisecond yang tidak akan terasa oleh manusia, dan volume data melebihi standar saat ini mencapai ribuan kali lipat.
Terlebih lagi, radio cell dapat menampung hingga ratusan ka li lebih banyak perangkat yang terhubung padanya. Dari sudut pandang teknologi, masalah seperti putusnya koneksi, radio cell kelebihan beban, dan batasan volume data untuk paket data akan teratasi sekaligus. “Bayangkan situasi di mana Anda dapat selalu mendapatkan sinyal, bahkan ketika ada di daerah tepian jangkauan radio cell, karena jaringannya selalu mengikuti Anda”, jelas Lemke. Hal terbaik dari semua ini adalah teknologi tersebut akan menjadi realitas dengan dimulainya layanan 5G pada tahun 2020 – kurang dari empat tahun dari sekarang. Selain penambahan rasio pengiriman data yang tinggi serta kemampuan luar biasanya, Lemke melihat opsi jaringan yang berhubungan dengan 5G akan menghasilkan lompatan yang besar: “Semua yang dapat terhubung akan dihubungkan”, kata ahli komunikasi mobile tersebut.
Teknologi 5G ditujukan sebagai basis dari internet of things, mobil yang mampu berkendara sendiri, dan fasilitas produksi pintar industry 4.0. Terlebih lagi, penyedia seperti Vodafone, Telefónica dan Deutsche Teleko m serta penyedia perangkat telekomunikasi seperti Huawei dan Ericsson jelas tidak akan berhenti sampai jalanan dan pabrik saja: Rumah sakit, lapangan bola, jalur listrik, pelabuhan, dan seluruh kota akan dibuat “pintar” di masa depan. Akan tetapi, visi 5G saat ini masih terbatas pada iklan dan marketing seperti ‘connected society’ (ungkapan Ericsson untuk lingkungan yang terhubung total di masa depan) dan ‘gigabit society’. Padahal, komisioner digital EU Günther Oettinger sudah berbicara mengenai ‘gigabyte society’ pada event IFA tahun ini.
Dari Gigabit ke Gigabyte
Sayangnya, basis teknikal untuk gigabit dan gigabyte society masih belum dibuat. Kebalikannya, negosiasi untuk penentuan standar komunikasi wireless kecepatan tinggi di masa depan sudah mulai dilakukan. Guna mencapai target di jadwal mereka, penyedia internet dan perangkat jaringan bekerja tanpa lelah di balik layar untuk mengembangkan teknologi kunci 5G. Untuk Eropa, terutama Jerman, pemain utama untuk teknologi tersebut adalah Dresden University of Technology, tempat adanya ‘5G Lab Germany’: Tim antardisiplin yang terdiri dari 22 profesor dan sekitar 600 karyawan mengerjakan jaringan masa depan, dan didukung oleh pemain besar industri, seperti Vodafone, Nokia, Ericsson dan Bosch. Deutsche Telekom menjadi kepala yang menyatukan semuanya. Untuk memajukan pengembangan 5G, mereka telah membiayai grup sendiri di Dresden University of Technology sejak Januari 2016: Grup tersebut dinamai ‘Deutsche Telekom chair for communications networks’. Profesor Frank Fitzek sebagai pimpinannya juga menjadi koordinator peneliti di 5G Lab.
Mengembangkan Internet
Salah satu titik fokal dalam penelitian di 5G Lab adalah sesuatu yang dinamakan ‘tactile internet’. Penelitian tersebut bergantung pada periode latency sangat rendah dari 5G. Nantinya teknologi tersebut akan memungkinkan orang untuk menggunakan VR goggles dan sarung tangan mekanik untuk berinteraksi real time dengan obyek fisikal, atau manusia yang terpisah jarak ratusan kilometer. Prinsip tersebut berpotensi unt uk digunakan pada telemedicine: Untuk operasi medis rumit yang hanya bisa ditangani oleh spesialis tertentu, pasien dan dokternya tidak perlu dipertemukan di satu ruangan. Dokter hanya perlu menggunakan VR goggles dan sarung tangan untuk melakukan operasi melalui internet. Huawei juga sedang mengembangkan riset terkait telemedicine dan aplikasi 5G lainnya. Meskipun penyedia perangkat telekomunikasi dari negri China tersebut tidak terlibat dengan 5G Lab di Dresden, mereka telah membuat sendiri lingkungan penelitian di Munich. Bersama dengan pemerintah Bavaria, kota Munich, Technical University of Munich dan M-net (penyedia lokal), Huawei berencana untuk mengucurkan dana investasi hingga $600 juta dalam ‘5G Vertical Industry Accelerator’ (5G VIA) hingga tahun 2018. Rencana tersebut juga meliputi investasi kolaboratif bersama Munich Clinic. Namun, bentuk riset yang dilakukan di ibukota Bavaria tersebut masih menjadi misteri. Ketika ditanya detailnya, Huawei menyatakan rincian dari riset tersebut tidak dapat dibe rikan ke publik saat ini. Akan tetapi, press release yang diberikan pada Februari 2015 memberikan sedikit cahaya mengenai bagaimana investasi tersebut akan terwujud nantinya. Menurut press release tersebut, riset yang dilakukan memungkinkan untuk “mencoba algoritma yang dikembangkan di lingkungan nyata, dan dalam skenario tertentu, untuk pasar vertikal di masyarakat digital melebihi tahun 2020”.
Apa yang Sebenarnya Direncanakan Penyedia?
Ungkapan ‚pasar vertikal‘ mengungkapkan bagaimana penyedia internet dan perangkat jaringan ingin menggunakan investasinya mulai dari tahun 2020. Mereka berencana untuk menggunakan sektor bisnis baru yang lekat dengan struktur jaringan 5G, dinamakan layanan spesial. Untuk itu, algoritma seperti yang sedang digarap oleh Huawei di Munich menjadi sangat penting. Pada prosedur yang dinamakan oleh ahli sebagai ‚network slicing, mereka akan membagi jaringan 5G menjadi beberapa subjaringan virtual. Subjaringan virtual tersebut bisa dipasarkan secara terpisah.
Menurut perhitungan ters ebut, ketika jaringan mobile tersedia di mana saja dalam bentuk tidak terbatas, hal ini akan berujung pada peningkatan model bisnis di mana konsumen tidak hanya membayar akses terbuka ke internet. Mereka juga akan membayar untuk layanan spesial seperti aplikasi rumah pintar, konferensi VR, atau pengemudi otomatis. Operator jaringan juga bisa mendapatkan uang dari penyedia konten dan perusahaan startup internet yang produknya membutuhkan infrastruktur spesial (seperti bandwidth besar atau periode latency rendah). Prospek untuk bisa mendapatkan uang dari penyedia seperti Netflix serta end user akan mendatangkan keuntungan ganda untuk operator jaringan. Namun demikian, cara tersebut menghadapi masalah tersendiri; model bisnis tersebut akan melanggar peraturan kenetralan net saat ini. Itu sebabnya industri telekomunikasi mengeluarkan laporan lobi spesial berjudul ‚5G Manifesto‘ kepada BEREC (Body of European Regulators for Electronic Communications), memaparkan interpretasi tepat mengenai peraturan kenetralan jaringan. Dokumen tersebut begitu gamblang dalam usahanya untuk memberikan tekanan terhadap pembuat peraturan supaya tidak terlalu ketat dengan peraturan tersebut. Berikut yang dikatakan di dalam 5G Manifesto: „Industri telekomunikasi memperingatkan bahwa pan- duan kenetralan jaringan saat ini memberikan ketidak pastian yang signifikan seputar investasi yang diberikan pada 5G. Investasi (pada 5G) akan terhambat kecuali pembuat peraturan mengambil posisi yang positif kepada inovasi dan berpegang padanya.” Bila rencana sektor telekomunikasi berhasil dilaksanakan, aktivis kenetralan jaringan seperti Thomas Lohninger akan menganggapnya bukan sebagai visi brilian masa depan. „Hal ini akan melampaui kasus terburuk dalam kenetralan jaringan, dan menggunakan internet akan sama seperti berlangganan layanan televisi berbayar,“ jelasnya di dalam netzpolitik.org.
Mengurangi Layanan Spesial
Meski demikian, sektor telekomunikasi sebenarnya menemui banyak hambatan tersendiri. Pada akhir Agustus, BEREC mengindikasikan untuk pih ak penyedia hukum nasional seperti Federal Network Agency untuk memeriksa layanan spesial secara mendalam, terkait dengan pelanggaran peraturan kenetralan jaringan. Terutama untuk layanan yang memang termasuk di dalam framework internet ‚normal‘, tidak seharusnya dimasukkan ke dalam layanan spesial nantinya. Sedangkan untuk domain komunikasi telepon, BEREC menganggap layanan ‚berbicara melalui LTE‘ adalah contoh yang diperbolehkan terkait layanan spesial. Namun, Skype tidak bisa dimasukkan ke dalam layanan spesial.
Permintaan serupa juga terdapat di dalam domain streaming video. Penyedia bisa mengklasifikasi IPTV linear dan seperti televisi kabel, dikemas seperti siaran supaya menjadi layanan spesial. Namun, layanan video-on-demand seperti Netflix dan YouTube tidak termasuk ke dalam layanan spesial. Artinya, operator jaringan tidak diperbolehkan meminta bayaran lebih hanya karena layanan tersebut diberikan dalam kecepatan tinggi. Tentu saja, pihak penyedia tidak terkejut dengan keputusan tersebut. Ketika menghubungi Telekom, juru bicara perusahaan menya m pa i k a n bahwa penerapan kenetralan jaringan yang ketat „akan mengancam model bisnis inovatif, ter u t a m a berhubungan dengan aplikasi industri.“ Menurut perusahaan tersebut, mereka sekarang sedang menunggu hasil dari review case-by-case yang dilakukan pembuat hukum nasional. Telefonica (perusahaan induk dari O2) menyampaikan opini serupa. Sementara Vodafone tidak memberikan komentar terhadap keputusan BEREC.
UMTS dan WLAN di Bawah Tekanan
Meskipun tampaknya 5G tidak akan menyebabkan pelanggaran besar-besaran terhadap kenetralan jaringan, masalah lain muncul dari sektor berbeda. Sebab, persimpangan pertama menuju 5G melibatkan ekspansi dari standar LTE, dan teknik komunikasi mobile populer bisa menjadi korbannya. Pengembang 5G memfokuskan dirinya pada domain frekuensi di daerah 2 GHz dan 5 GHz, yang saat ini digunakan untuk UMTS dan WLAN. Kedua band frekuensi tersebut diperlukan untuk memastikan jaringan jarak jauh di masa depan. Pada saat bersamaan, fre kuensi tambahan akan digunakan untuk mendorong bandwidth LTE menuju level 5G, tanpa membangun dari awal keseluruhan infrastruktur.
Internet Akan Menghilang
Dengan atau tanpa pelanggaran kenetralan jaringan, dan tanpa atau adanya kemungkinan UMTS serta WLAN menghilang, ada satu yang tetap sama: 5G akan datang, entah Anda suka atau tidak. Mengutip perkataan Lemke dari Huawei, internet yang saat ini ada akan menghilang.
- Mengapa Al Quran Menganjurkan Musyawarah Secara Kolektif Jelaskan - November 24, 2024
- Mobil CrossOver Terbaik Mewah dengan Fitur Lengkap - November 24, 2024
- 30+ No Wa Cowok Jomblo Ganteng Kls 6 Terbaru 2023/2024 - November 24, 2024
Khoirul Anwar penemu dan sekaligus pemilik paten teknologi 4G. Luar biasa ternyata banyak orang indonesia yang benar-benar hebat
Dick Maryopi_The University of York_Bi-orthogonal Waveforms for 5G Random Access with Short Message Support
Ternyata 5G Ditemukan oleh anak Indonesia
Dick Maryopi
The University of York
“Bi-orthogonal Waveforms for 5G Random Access with Short Message Support”.
July 10, 2014, Berlin Germany