Fotografer Landscape Terbaik di Indonesia Modern yang Terkenal
Lanskap es memiliki daya tarik sendiri saat dilihat langsung dengan mata telanjang, begitu pula saat menyaksikannya dalam media foto. Ada nuansa yang berbeda dari lanskap es yang hanya bisa disaksikan di area tertentu, dan bahkan hanya dalam kondisi tertentu. Fotografer petualang Imam Taufik Suryanegara, mengabadikan pemandangan es di Islandia dalam proyek pribadinya yang ia beri judul “Chasing Ice.”
IMAM TAUFIK SURYANEGARA Fotografer Bekerja sebagai karyawan di salah satu perusahan yang bergerak di bidang manufaktur cigarette, Senin hingga Jumat ia habiskan untuk urusan kantor, dan akhir minggu menjadi waktu bagi Taufik untuk aktivitas fotografi. TerTarIk pada fotografi di tahun 1997. Aktif di organisasi kemahasiswaan pada penghujung orde baru membuatnya mengenal fotografi jurnalistik. Ia juga suka traveling hingga akhirnya ia menemukan fotografi sebagai passion. INSTaGraM & STeLLer: @TaUFIk_ITS
- Banyak karya yang Anda tampilkan adalah foto landscape, apa yang membuat Anda menggeluti genre foto ini?
Saya memotret apa saja yang menarik untuk diabadikan, tidak terbatas kepada foto landscape. Saya sering juga membuat foto liputan, serta foto human interest dan travel. Kecintaan lebih saya terhadap fotografi landscape karena landscape bagi saya merupakan area tanpa batas, selalu ada perubahan dan sangat dinamis. Sebagai misal, ketika saya berada di pinggir pantai, pada objek yang sama, perubahan cahaya, perubahan waktu, dan alam menjadi objek yang menarik untuk diabadikan, perubahan-perubahan tersebut menjadi kekuatan dan daya tarik tersendiri dalam sebuah foto landscape. Bagi saya, foto landscape tidak terbatas pada hasilnya, tapi lebih kepada proses pengambilannya, saya lebih enjoy menikmati proses pengambilan gambarnya, sementara untuk hasilnya, saya anggap bonus, dan saya menyerahkannya pada yang menikmati.
- Tentang Chasing Ice, boleh diceritakan latar belakang dan misi yang dicapai untuk proyek ini?
Isu utama yang di rasakan oleh dunia saat ini adalah pemanasan global, yaitu suatu proses meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi. Salah satunya adalah fenomena es mencair di kutub utara dan selatan bumi. Dampaknya sangat membahayakan bumi dan memiliki pengaruh besar bagi penghuni bumi. Kebetulan saya pernah tinggal dan bekerja di Eropa dan saya tergerak untuk mengabadikan perubahan itu dalam sebuah proyek Chasing Ice – melihat secara langsung kejadian pencairan es secara lebih dekat dan mengabadikannya dalam sebuah cerita foto. Saya ingin menceritakan fenomena tersebut dan dampaknya pada masyarakat yang hidup di daerah tropis seperti kita ini, agar bisa mempersiapkan diri menghadapi perubahan iklim dan semakin memperhatikan ekosistem.
- Kapan dan berapa lama Anda berburu foto untuk Chasing Ice?
Proyek ini di mulai pada Oktober 2015 dan masih berjalan hingga sekarang. Saya dan istri (Endra Martini) mengunjungi Islandia. Negara ini adalah lokasi Glacier Vatnajokul yang memiliki luas 8.300 km persegi, masuk dalam kawasan Taman Nasional Skaftafell. Dari situlah saya memulai proyek Chasing Ice. Pada perjalanan pertama, selama 5 hari, saya melakukan observasi. Setelah mendarat di Reykjavik (ibukota Islandia), 4 jam terbang dari Geneva (Swiss), saya melakukan perjalanan darat menggunakan Camper Van ke Jokulsarlon, lokasi Glacier Lagoon, yang berada di pesisir utara (+400km) dan kembali ke Reykjavik. Saya kembali lagi pada 3-11 Maret 2016, kedatangan kedua ini di penghujung musim salju. Saya menyebut perjalanan ini ‘Into the Wild’, berkeliling Islandia seluas 2.800km selama 8 hari dalam kondisi cuaca ekstrem, suhu mencapai -17 derajat Celcius dan badai salju sepanjang perjalanan. Perjalanan itu untuk mengumpulkan foto bagaimana glacier terbentuk saat musim dingin, serta bagaimana proses terbentuknya es. Terakhir, saya berkunjung ke tiga kalinya pada April lalu dan mengambil foto melting ice.
- Persiapan apa saja yang Anda lakukan sebelum hunting foto untuk Chasing Ice?
Chasing Ice – bagi saya adalah extreme photography journey. Saya mempersiapkan diri dengan membaca literatur dan browsing hasil riset dari National Geographic - James Balog bersama team EIS (Extreme Ice Survey). Dari sana, saya mendapatkan informasi lokasi pemotretan dan peralatan apa saja yang harus disiapkan. Untuk kamera dan lensa, saya didukung FujiFilm Indonesia. Saya butuh kamera yang andal untuk memotret di cuaca ekstrem. Saya menggunakan Fujifilm XT1 dan XE2, dengan berbagai lensa, mulai dari lensa wide (XF 10-24mm), fix, (XF 23mm dan 35mm), hingga tele (XF 16-55mm, XF 55-140mm). Secara teknis, saya mempersiapkan cara bagaimana memotret dalam kondisi cuaca sangat dingin, menjaga kamera tetap siap untuk digunakan, dan menghasilkan foto sesuai yang saya harapkan. Persiapan lainnya adalah fisik dan mental, karena hal ini belum pernah saya lakukan sebelumnya.
- Apa tantangan terbesar dalam proyek Chasing Ice ini?
Tantangan terbesar adalah memotret pada suhu yang sangat ekstrem. Pernah suatu malam, suhu udara turun sampai -17 derajat Celcius, dan pada kondisi badai salju yang sangat kuat pun, saya harus memotret. Selain hal tersebut, saya sangat menikmati seluruh perjalanan dan pengambilan foto saya di sana.
- Aurora menjadi pemandangan yang hanya ditemui di kawasan es, ada saran untuk memotret aurora?
Aurora hadir di malam hari dan mempunyai intensitas cahaya yang berbeda-beda, Memotret aurora sama dengan memotret milky way di malam hari yaitu menggunakan teknik long exposure. Perihal settingan kamera, tergantung intensitas kekuatan cahaya dari aurora tersebut. Saran saat memotret aurora: ada aplikasi yang berbasis Android maupun iPhone, yangg bisa menunjukkan aurora forecast. Gunakan tripod yang kokoh dan cable release untuk menjaga kualitas gambar yang di hasilkan.
- Ada rencana ke depannya untuk proyek ‘Chasing Ice’?
‘Chasing Ice’ akan dibuat coffe table book, memuat lebih banyak foto dan informasi tentang perjalanan ‘Chasing Ice’. Sekarang sedang dalam tahap penyusunan.
- Indonesia tidak memiliki musim dingin dengan es, ada saran untuk yang pertama memotret di kawasan seperti ini saat musim dingin?
Persiapan fisik. Selalu mengisi perut agar tubuh tetap fit dan selalu usahakan agar suhu tubuh tetap hangat dengan membawa peralatan yang sesuai kebutuhan. Persiapan lainnya adalah kamera, lensa, dan peralatan pendukung lainnya yang memadai, agar kualitas foto yang di hasilkan sesuai dengan yang kita harapkan.
TENTANG IMAM TAUFIK SURYANEGARA Fotografer yang biasa dipanggil Taufik ini menggunakan waktu luangnya di akhir pekan untuk berburu foto. “Saya menyempatkan diri untuk berburu foto, mengeksplorasi keindahan alam Indonesia seperti gunung-gunungnya, danau, air terjun, dan laut. Taufik memiliki sertifikasi menyelam Open Water dan Advanced Underwater Course. “Pada 2011, saya merencanakan mendaki Rinjani, sayangnya jalur ditutup karena masalah cuaca. Saya mengisi waktu dengan belajar diving di Gili Trawangan. Sejak itu pula saya lebih sering menyelam dibandingkan naik gunung. Saat mengambil Anvanced Underwater Course, ada materi underwater photography. Menyelam sambil memotret memiliki keasyikan tersendiri.” Karya foto Imam Taufik juga dipublikasi di majalah in-flight maskapai ternama. Ia juga sering memberikan materi workshop fotografi.
Sumber : Majalah digital camera indonesia November 2016
- Fungsi Handycam Vs Kamera, Pilih yang Mana ? - December 16, 2024
- Kamera DSLR Canon dengan Wifi | SLR Termurah Fitur Lengkap - December 16, 2024
- Kamera Saku Layar Putar Murah Berkualitas Resolusi 4K Untuk Vlog & Selfie - December 15, 2024
keren keren keren, photography slslu keren, nice artikell, buat nambah ilmu , bermanfaat bngt . thnks guys .