Berita

Penerapan Smart City

Follow Kami di Google News Gan!!!

Penerapan Smart City - Dalam membangun smart city, jajaran pemerintah kota harus memastikan bahwa kota pintar aman secara fisik maupun dari ancaman siber KEPALA pemerintahan daerah di seluruh dunia tengah mempertimbangkan untuk mengotomatisasi infrastruktur yang memungkinkan kota mengurangi biaya dan menanggulangi peningkatan populasi penduduk. Jaringan transit dan utilitas, pengambilan sampah, lampu jalanan, layanan berbasis internet terbukti dianggap sebagai prospek yang menarik bagi para pengelola kota. PBB memperkirakan 66% dari populasi di Asia Tenggara akan berada di kawasan perkotaan pada tahun 2050, dan banyak dari kota-kota di kawasan tersebut mencari solusi cerdas untuk mengatasi berbagai tantangan di perkotaan. Namun, dalam upaya mengotomatisasi kota, para kepala daerah harus memastikan bahwa mereka juga membangun keamanan siber yang akan melindungi kota dari threat actor yang ingin membuat kepanikan demi menjalankan aksi kejahatannya.

Kejamnya Ancaman

Infrastruktur terkoneksi adalah sebuah teritori baru bagi para kepala daerah. Untuk memahami jenis dan skala ancaman yang mungkin terjadi pada jaringan terkoneksi, para kepala daerah harus melihat apa yang sudah terjadi di tempat lain. Misalnya, peretas Korea Utara berhasil mengambil desain reaktor nuklir milik Korea Selatan dan India dengan memanfaatkan kerentanan software dan serangan phising. Threat actor tidak butuh waktu lama untuk bergerak secara lateral dari jaringan information technology (IT) ke jaringan operational technology (OT) yang dioperasikan oleh sebuah kota cerdas. Di Asia Pasifik, 88% organisasi—presentase tertinggi di dunia—telah mengalami setidaknya satu penerobosan keamanan sistem terkait IoT. Sebuah studi bersama Microsoft dan Frost & Sullivan menemukan bahwa 67% organisasi di Asia Pasifik juga melakukan PHK setelah serangan siber.

Baca Juga  Perjanjian Postdam Adalah, Isi Perjanjian Postdam Di Tandatangani Oleh

Penerapan Smart City

Namun, meskipun menyadari risiko-risiko ini, para kepala daerah akan menghadapi tantangan karena banyak dari teknologi yang mereka gunakan untuk membangun smart city telah dikembangkan dengan konektivitas yang maksimal dan periset di bidang keamanan memaparkan dengan jelas banyaknya kerentanan dalam perangkat IoT tersebut. Setelah aktif, perangkat IoT berjalan pada sistem operasi yang memiliki kerentanan signifikan akibat patching yang tidak memadai atau tidak lagi mendapat dukungan teknis. Misalnya, IPnet, yang masih menjadi bagian integral dari sistem operasi perangkat pintar pada connected cities, padahal sudah tidak didukung sejak tahun 2006. Ketika faktanya adalah ada ratusan ribu perangkat semacam ini terkoneksi ke jaringan OT, Anda menghadapi attack surface yang sangat besar dan berpotensi dieksploitasi oleh threat actor. Situasi ini akan bertambah buruk ketika 5G mulai dioperasikan karena jaringan 5G tidak hanya memberikan akses yang lebih baik kepada perangkat untuk terkoneksi ke jaringan OT, tapi juga menjadi “pintu masuk” baru bagi para penjahat siber.

Sasaran Serangan

Automasi dan konektivitas boleh dikatakan dapat memberikan efsiensi dan efektivitas biaya terhadap apa saja yang ada di bawah pengelolaan para kepala daerah. Namun terkoneksinya tiap layanan itu ke internet justru mengundang risiko terjadinya bencana dengan dampak yang merusak dalam jangka panjang bagi smart city dan masyarakat. Mari kita ambil contoh lampu jalanan. Pada tahun 2026, kawasan Asia Pasifik akan menjadi tempat bagi sepertiga dari instalasi lampu jalanan cerdas di seluruh dunia. Banyak dari instalasi tersebut terkoneksi dengan sistem pengelolaan tersentralisasi. Lampu jalanan tentu bagian penting dari kota karena membantu meningkatkan kualitas hidup dan keamanan di ruang publik, termasuk di antaranya mengurangi kecelakaan lalu lintas hingga 30% dengan tingkat luka-luka akibat kecelakan dapat ditekan hingga tiga kali. Sebaliknya, saat terjadi serangan siber terhadap sistem lampu pintar ini, kesejahteraan, atau bahkan nyawa, para komuter bisa terancam. Selain membuat kekacauan di seluruh bagian kota, para penjahat maya juga meretas sistem untuk mencuri data, termasuk data-data pribadi.

Baca Juga  Wajib Tahu, Inilah Tahap Perkembangan Janin dari Bulan ke Bulan

Menekan Risiko

Konektivitas dan automasi berpotensi mengubah cara pengelolaan kota dan pengalaman hidup dan bekerja masyarakat secara drastis. Namun kelebihan itu sirna begitu saja karena satu serangan siber. Oleh karena itu, para kepala daerah harus memprioritaskan keamanan siber ketika ingin mencerdaskan infrastruktur kota. Masalahnya, pegawai sipil (di Indonesia, ASN) seringkali tidak memiliki keahlian di bidang keamanan siber. Pada tahun 2018, Singapura menghadapi pencurian terbesar data pribadi. Data 1,5 juta pasien diretas dalam serangan siber yang memanfaatkan kerentanan sistem dan kelemahan kata sandi. Untuk membangun smart city, pemerintah daerah harus memastikan staf yang ada terlatih dalam hal “cyber aware”, sehingga apapun yang mereka lakukan tidak akan membahayakan keamanan jaringan. Pemerintah daerah juga harus merekrut atau melatih tim keamanan siber yang dapat memahami perbedaan antara mengelola dan melindungi jaringan IT dan OT.

Hal lain yang harus diperhatikan adalah investasi pada teknologi yang dapat menampilkan kesalahan apapun yang ada di jaringan IT dan OT secara rinci. Dengan mengetahui rincian, seperti model perangkat, sistem operasi, IP address melalui risk level dan update schedule, tim keamanan TI dapat mengidentifikasi dan melakukan mitigasi kerentanan pada jaringan. Selain itu, dibutuhkan solusi khusus yang dapat mengenali protokol komunikasi yang unik di lingkungan IoT dan OT. Setelah tahu apa yang berjalan di jaringan, para profesional keamanan siber juga harus mengetahui bagaimana aset harus berjalan sehingga dapat mendeteksi jika ada anomali.

Monitoring otomatis dan terus menerus untuk menampilkan alert kontekstual berdasarkan tingkat kerusakannya dapat memberikan informasi yang dibutuhkan tim keamanan untuk menangani risiko berdasarkan urutan prioritas. Solusi semacam itu juga dapat membantu mengurangi waktu untuk menangani false positive dan low risk alert. Satu pertimbangan utama yang harus diperhatikan para kepala daerah ketika membangun infrastruktur fisik adalah keselamatan dan keamanan. Hal yang sama ketika membangun infrastruktur OT. Dengan cara ini, smart city dapat dibangun dan memberikan manfaat bagi masyarakat, bukan bagi penjahat siber.

Baca Juga  3 Jenis Kerangka Keamanan Informasi
Tech.id Media ( Aldy )
Latest posts by Tech.id Media ( Aldy ) (see all)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Hy Guys

Tolong Matikan Adblock Ya. Situs ini biaya operasionalnya dari Iklan. Mohon di mengerti ^^