NewsOtomotif

Jenis dan Penjelasan Fitur Keselamatan Mobil Modern 2019

Follow Kami di Google News Gan!!!

Jenis dan Penjelasan Fitur Keselamatan Mobil Modern

Pahami Manfaat Fitur Safety Di Mobil Anda

Dari beberapa kasus kecelakaan mobil, fitur keselamatan kembali dipertanyakan fungsinya. Ada baiknya sebagai pengguna mobil memahami berbagai fitur keselamatan pada mobilnya. Termasuk hal-hal yang membuatnya tak berfungsi Saat terlibat kecelakaan, kita tentu berharap jika fitur- fitur keselamatan yang ada pada mobil modern dewasa ini bekerja optimal melindungi penumpang. Setidaknya mampu meminimalkan risiko saat kecelakaan. Harapan ini tidak berlebihan, mengingat mobil dilengkapi konstruksi rangka, bumper depan dan belakang, dan tentu saja kabin.

Contoh Fitur Keselamatan Mobil Modern

Ada juga fitur keselamatan mulai dari airbag, sabuk pengaman, kontrol kestabilan, atau teknologi rem seperti ABS, EBD dan Brake Assist.

Namun apakah semua fitur keselamatan tersebut menjamin pengguna mobil akan lebih aman saat terjadi kecelakaan? Jawabannya tidak. Kasus paling hangat terkait gugutan Rp 56 miliar yang dilayangkan ke Honda Prospect Motor (HPM) atas kasus airbag tidak mengembang di Honda City 1.5 S AT. Perkara 2 tahun lalu menjadi bukti konkret, konsumen masih bergantung pada brosur, dan imingiming tur keselamatan yang mumpuni. Padahal secara keseluruhan, komponen fitur keselamatan menjadi cakupan yang sangat luas dan terkait satu sama lain. Honda pun punya klaim jika airbag tersebut tidak mengembang lantaran sensor airbag tidak tersentuh sama sekali. "Intinya sensor airbag tersebut berfungsi baik, namun tidak tersentuh saat terjadi kecelakaan,” terang Muhammad Zuhdi, Technical Training Manager PT HPM.

Pernyataan ini tentu cukup miris dengan fakta hancurnya eksterior si Honda City. Siapa yang salah dan benar belum diputuskan pengadilan. Namun yang perlu digarisbawahi adalah, sejauh mana pengguna mobil paham akan fitur keselamatan di mobilnya. Jangan sampai Anda salah pada pemahaman mendasar terkait fitur-fitur keselamatan di mobil. Karena sebagai konsumen, tentu perlu memahami jenis dan fungsi kelengkapan standar di mobilnya, termasuk tur safety. AIRBAG Dahulu airbag hanya digunakan pada mobilmobil mewah. Mercedes- Benz saja baru memulainya ketika dekade 80-an. Namun, kini airbag dapat ditemui di semua segmen kendaraan. Bahkan saat ini LCGC (Low Cost Green Car) pun ada yang mengaplikasikan airbag. Fungsi airbag sebenarnya sederhana, yaitu mengurangi efek benturan yang terjadi pada kepala dengan balon yang berisi nitrogen panas ketika mengembang. Tapi, ketika kecelakaan terjadi tak serta-merta membuat airbag mengembang. Ada beberapa hal yang membuat airbag mengembang.

Pertama, energi impak yang diterima mobil sesuai dengan batas minimal yang diterima sensor untuk meledakkan airbag. Misalkan tabrakan saat kecepatan 20 km/jam akan berbeda energi impaknya dengan kecepatan 60 km/ jam. Begitu pula dengan jenis tabrakan, apabila tak sesuai kriteria sensor, maka mustahil airbag dapat mengembang. Pada umumnya sensor airbag untuk pengemudi dan penumpang terdapat di balik bumper depan. Sedangkan sensor untuk airbag sisi kanan-kiri dan atas, terdapat di pilar B. Jika impak terjadi di bagian depan kendaraan, maka airbag yang akan mengembang adalah bagian pengemudi dan penumpang. Sedangkan, ketika tabrakan terjadi pada sisi samping mobil, maka airbag yang akan mengembang adalah bagian sisi kanan-kiri dan atas. Hal ini dapat terjadi sebab impak hanya dibaca pada sensor sisi tertentu saja.

Baca Juga  Review Spesifikasi Harga Suzuki New Ignis

Contoh pada kasus Honda City yang dapat memicu airbag mengembang adalah tabrakan dengan kecepatan kendaraan 20-30 km/jam, atau lebih terhadap benda kokoh yang tidak bergeser dan tidak hancur ketika terjadi tumbukan. Pun terjadi secara frontal atau dari arah depan kiri atau kanan dalam sudut tidak lebih dari 30 derajat. SEATBELT Penggunaan seatbelt atau sabuk pengaman justru lebih krusial dibanding airbag. “Seatbelt berbeda dengan ABS yang merupakan tur keselamatan aktif. Tapi ia berfungsi penting karena saat terjadi benturan atau rem mendadak, akan menjaga agar pengemudi maupun penumpang tidak terlempar dari posisinya,” jelas Dadi Hendriadi, GM of Technical Service PT Toyota Astra Motor.

Penggunaan sabuk pengaman yang sembarangan juga tidak dianjurkan. Misalkan hanya mengikat sabuk tersebut pada jok. “Mengikat sabuk pengaman pada jok tidak disarankan. Sebaliknya, seatbelt juga harus dipakai oleh semua penumpang untuk meminimalkan cedera saat terjadi tabrak dari belakang juga,” tambah Dadi. Untuk memastikan optimalisasi seatbelt, tidak ada salahnya dicek secara rutin. Periksa fungsi pretensioner, pengunci sabuk pengaman, kehalusan permukaan sabuk, fungsi perangkat penyetelan, suara peringatan dan lampu peringatan. Jika ditemukan adanya kerusakan segera lakukan perbaikan. Sedikit catatan, sabuk pengaman dewasa tidak boleh digunakan untuk anak-anak. Sebaiknya, untuk anak gunakan booster seat agar mereka dapat menggunakan seatbelt standar di mobil.

PRETENSIONER SEATBELT

Semakin vitalnya fungsi sabuk pengaman, membuat beberapa pabrikan mobil menjadikan pretensioner seatbelt menjadi standar. Sebagai perlindungan tambahan pada sabuk pengaman ketika terjadi kecelakaan, pretensioner seatbelt akan langsung menggulung ulang bagian tali sabuk pengaman untuk melindungi pengguna mobil dari guncangan. Jika beban dari sabuk pengaman meningkat akibat gerakan ke depan dari dada pemakai, pembatas beban akan menahan sabuk pengaman sambil sekaligus mempertahankan efek lindung. “Dalam waktu yang cepat sistem ini juga akan mengurangi jumlah tekanan pada dada penumpang yang secara langsung akan mengurangi risiko cedera,” kata Bonar Pakpahan, Product Planner PT Mazda Motor Indonesia.

Sistem seatbelt ini juga berfungsi bersamaan dengan airbag. Pada kecepatan rendah, pretensioner bekerja secara independen. Karena pada tingkat kecelakaan dengan kecepatan rendah, sensor membaca agar airbag tidak perlu berfungsi. Tapi cukup pretensioner yang bekerja.

SCBS (SMART CITY BRAKE SUPPORT)

Cara kerja fitur SCBS pada produk Mazda saat terjadi kecelakaan terbilang unik. SCBS mencoba untuk menghentikan laju mobil yang berhadapan dengan objek pasif di hadapannya. Fitur ini akan aktif ketika mobil berada di luar kontrol pengemudinya.

Baca Juga  Exploring the Bokeh Museum with the Latest Nvidia Geforce in 2018

Artinya fitur ini baru dapat bekerja ketika pengemudi sama sekali tak menggerakkan setir, maupun menginjak pedal gas atau rem. SCBS berfungsi pada kecepatan 4-30 km/jam ketika maju, dan di rentang 2-8 km/jam ketika mundur. Ketika berkendara, sensor laser yang berada di balik spion tengah untuk SCBS depan, dan ultra sonic parking sensor yang berada di bumper belakang untuk SCBS belakang akan membaca objek-objek yang ada di belakang mobil. Bila ditemukan objek pasif, dalam beberapa detik sensor akan langsung membaca dan mengaktifkan sistem rem dan menghentikan mobil.

CRUMPLE ZONE

Plat bodi mobil-mobil saat ini memang dibuat lebih tipis. Hal ini bukanlah tanpa sebab, melainkan untuk meredam benturan lebih baik ketika terjadi tumbukan. Teknologi yang mulanya dikembangkan juga oleh Mercedes-Benz pada 1959, kini lebih dikenal sebagai crumple zone. Crumple Zone atau zona benturan adalah bagian kendaraan yang didesain untuk menyerap energi kinetik yang terjadi pada saat kecelakaan.Tujuan utamanya memang seolah-olah mengorbankan kerusakan parah dengan efek berkerut pada bodi namun dengan maksud agar kabin penumpang tidak ikut rusak untuk mengamankan penumpang yang ada di dalamnya. “Di Toyota yang mulanya mengadopsi crumple zone itu ada di Corolla tahun 1970.Kami aplikasikan kerena prinsipnya untuk menyerap benturan terbukti cukup optimal,” kata Dadi Hendriadi.

Bahkan Dadi punya pandangan sendiri soal mesin yang otomatis jatuh saat tabrakan agar tidak menimbulkan efek percikan api. “Menurut saya, seharusnya mesin memang tidak jatuh karena menjadi bagian dari struktur di bodi untuk menyerap benturan. Untuk risiko mobil terbakar biasanya sudah ada sistem yang memutus suplai bahan bakar. Sehingga tidak berpotensi menimbulkan percikan api,” tambah Dadi.

ABS (ANTI-LOCK BRAKING SYSTEM)

Kerja rem ABS kerap dipandang sebagai teknologi rem paling ‘menggigit’. Padahal sebenarnya proses kerjanya sama seperti teknik pengereman pulse atau pengemudi menginjak pedal rem berulangulang dengan cepat. Tujuannya, agar ban terus mendapatkan grip saat melakukan hard braking dan mobil pun masih bisa dikendalikan ke arah yang diinginkan.

Makanya saat hard braking dengan menginjak penuh pedal rem, akan terasa entakan atau ada tendangan balik. Hal itu normal terjadi pada mobil dengan rem ABS. Menandakan fungsi ABS sedang aktif. Dengan sistem ABS, pengereman diatur sebuah controller modul dan sensor kecepatan.Jika terjadi penurunan kecepatan drastis, sensor kecepatan menyampaikan informasinya kepada modul, untuk mengatur pompa agar memberikan tekanan secara berulang-ulang dengan cepat. “Ambil contoh pada mobil dengan rem ABS. Dari kecepatan 60 km/jam dan direm mendadak, ban tidak akan mengunci. Di situlah kita bisa langsung ambil manuver untuk menghindari tabrakan atau objek,” tambah Dadi. Ketika sistem ABS mengalami malfungsi, indikatornya akan menyala di panel instrumen. Umumnya malfungsi ABS akibat pompa atau katup hidraulik tidak bekerja normal.

KONTROL KESTABILAN Electronic Stability Control (ESC), Vehicle Dynamic Control (VDC), atau Active Trace Control

Fitur keselamatan lain yang cukup berpengaruh ialah kontrol kestabilan. Beberapa pabrikan sudah menerapkannya meski dengan nama berbedabeda. Ada yang menyebutnya Electronic Stability Control (ESC), Vehicle Dynamic Control (VDC), atau Active Trace Control. Fungsi praktisnya untuk mempertahankan traksi mobil pada jalan hingga tidak membuat mobil mengepot (oversteer) atau menggelosor (understeer). “Di Nissan X Trail sudah dilengkapi Vehicle Dynamic Control (VDC). Ini adalah teknologi terkomputerisasi yang meningkatkan keamanan dari sisi pengendalian mobil dengan cara mendeteksi dan meminimalkan slip. Ketika sistem mendeteksi adanya kehilangan kontrol pengendalian, maka ia akan membantu rem untuk mengendalikan mobil,” urai M Ikhsan Satriawinandi, Assistant Manager Product Planning Department Nissan Motor Indonesia. Ada beberapa hal yang harus Anda perhatikan dalam mengenali sistem VDC ini.

Baca Juga  Hp Samsung dengan Dual Kamera Belakang dan Fitur Bokeh Selfie

Indikator di panel instrumen akan berkedip jika terjadi kehilangan grip di jalan licin, dan sistem akan mengatur kestabilan kendaraan di saat melintasi jalan licin tersebut. Kemudian jika pada pedal rem dirasakan seperti ada denyut dan sedikit ada getaran dari bawah kabin, tak perlu khawatir, itu menandakan sistem VDC bekerja dengan benar. Sebagai peringatan, sistem VDC dirancang untuk membantu pengemudi mempertahankan stabilitas, tetapi tidak mencegah terjadinya kecelakaan apabila mengoperasikan kemudi secara mendadak dengan kecepatan tinggi atau mengemudi dengan ceroboh. Kemudian hindari memodifikasi suspensi kendaraan. Jika bagian suspensi seperti peredam kejut, struts, stabilizer bar, bushing dan roda tidak sesuai dengan spesifikasi anjuran dari bengkel resmi Nissan, maka besar kemungkinan sistem VDC tidak bekerja dengan semestinya.

Tech.id Media ( Aldy )
Latest posts by Tech.id Media ( Aldy ) (see all)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Hy Guys

Tolong Matikan Adblock Ya. Situs ini biaya operasionalnya dari Iklan. Mohon di mengerti ^^