Begini Cara Tiongkok Menghadapi Tantangan Ekonomi di Negaranya
BEIJING - Pemerintah Tiongkok sedang berjuang mempertahankan ekonominya dari gempuran internal maupun eksternal, termasuk mengurangi gunung utangnya di saat nilai tukar yuan dan pasar saham lokal jatuh dalam menghadapi ancaman perang dagang dengan Amerika Serikat (AS). Pada saat pemerintahan Presiden AS Donald Trump bersiap menerapkan tarif atas beberapa impor Tiongkok senilai US$ 34 pada pekan depan, indeks saham Shanghai menukik turun sekitar 8% dalam dua pekan terakhir, sebelum memulih pada Jumat (29/6). Tarif yang dijadwalkan berlaku pada 6 Juli 2018 hanya sebagian kecil dari kebijakan Trump yang telah berjanji untuk meminta retribusi dari Tiongkok, jika negara itu memukul balik dengan tarifnya sendiri. Yuan juga mendapat tekanan, karena telah jatuh ke level terendah terhadap dolar AS sejak November 2017. Karena jatuhnya saham barubaru ini, Gubernur Bank Rakyat Tiongkok (PBoC) Yi Gang mendesak para investor untuk tetap tenang dan rasional. Ia memastikan bahwa bank sentral akan mengurangi setiap guncangan eksternal. Mata uang yang lebih lemah dapat membantu ekspor tir Tiongkok menghadapi tarif AS, tetapi PBoC bisa bergerak jika depresiasi berjalan terlalu jauh.
Pada Minggu (24/6), PBoC mengatakan akan mengurangi giro wajib minimum (GWM) untuk sebagian besar bank sebesar 50 basis poin, untuk mengeluarkan dana sekitar 700 miliar yuan (US$ 105 miliar) dalam bentuk pinjaman untuk usaha kecil. Pemotongan suku bunga akan mulai berlaku pada 5 Juli 2018 -pada hari pertama gelombang pertama tarif AS berlaku- sementara PBOC telah meningkatkan suntikan uang tunai regulernya ke dalam sistem keuangan. Pemotongan itu membutuhkan keseimbangan yang kuat, jika kredit benar-benar habis, perusahaan akan berjuang untuk membiayai diri mereka sendiri. Lu Ting, kepala ekonom Tiongkok di Nomura International, mengatakan langkah itu akan memberikan likuiditas baru bagi ekonomi riil dan mengirim sinyal kuat pelonggaran kebijakan. Namun dia menambahkan bahwa meskipun GWM dipangkas, kalangan analis percaya bahwa ekonomi Tiongkok belum keluar dari masalah dan situasi bisa memburuk sebelum menjadi lebih baik. Namun Tiongkok harus berhati-hati untuk menarik tuas pelepas terlalu cepat. Pemerintahan Presiden Xi Jinping telah berusaha sejak tahun lalu untuk mengekang utang Tiongkok yang signifikan, memperketat regulasi sektor perbankan dan menindak shadow banking yang merajalela. Tiongkok sendiri telah menetapkan target pertumbuhan sekitar 6,5% untuk 2018. Lu Ting mengatakan untuk mencapai tujuan ini melawan gangguan internal dan eksternal yang kuat yang diperkirakan pada babak kedua, pelonggaran lebih lanjut dari Tiongkok kemungkinan terjadi dalam beberapa bulan mendatang.
Sementara Julian EvansPritchard, ekonom senior Tiongkok di Capital Economics, mengatakan pemotongan GWM dimaksudkan untuk mendukung bank untuk menukar utang dengan saham daripada menandai pergeseran dari deleveraging dan menuju pelonggaran moneter. “Namun dalam praktiknya, pemotongan GWM tampaknya cenderung menghasilkan kondisi moneter yang lebih longgar, dengan tanda-tanda bahwa pembuat kebijakan menjadi lebih khawatir tentang risiko penurunan aktivitas ekonomi dari perlambatan pertumbuhan kredit,” tambah dia. Produksi industri, penjualan ritel dan investasi melambat pada Mei, semua tanda-tanda perlambatan yang sedang berlangsung di ekonomi terbesar kedua di dunia. Evans-Pritchard mengatakan pemerintah Beijing sangat sadar akan penurunan serupa pada 2015-2016, yang menyebabkan penerbangan modal yang menyakitkan. Oleh karena itu Tiongkok berusaha melakukan tindakan penyeimbangan yang cekatan, yakni bagaimana mendukung ekonomi dan pinjaman bisnis, sambil terus membendung utang dan risiko keuangan. Penumpukan utang, kegagalan perusahaan, dan ketegangan perdagangan mendorong National Institution for Finance and Development, sebuah badan analisis yang didukung pemerintah, untuk mengeluarkan peringatan keras. Badan itu mengatakan Tiongkok saat ini sangat mungkin untuk melihat kepanikan keuangan. “Mencegah kejadian dan penyebarannya harus menjadi prioritas utama bagi regulator keuangan dan makroekonomi kami selama beberapa tahun ke depan,” ucap badan itu dalam sebuah catatan yang dikutip oleh Bloomberg. Louis Kuijs, kepala ekonomi Asia di Oxford Economics, mengatakan perang dagang dapat memperlambat ekonomi Tiongkok rata-rata sebesar 0,3 poin persentase pada 2019-2020
- Fungsi Handycam Vs Kamera, Pilih yang Mana ? - December 16, 2024
- Kamera DSLR Canon dengan Wifi | SLR Termurah Fitur Lengkap - December 16, 2024
- Kamera Saku Layar Putar Murah Berkualitas Resolusi 4K Untuk Vlog & Selfie - December 15, 2024