Mobil Matic Murah Irit Nyaman Cocok untuk Touring
Wuling Cortez
KENYAMANAN
Soal desain maupun ftur yang ada pada Cortez, pastinya Anda sudah banyak yang tahu pada ulasan ini, kami akan langsung menggambarkan impresi berkendara dan jadi penumpang di dalam kabinnya. Oke, salah satu ftur yang diunggulkan pihak Wuling pada Cortez, adalah dimensi kabin yang lega dan pemakaian jok captain seat di baris kedua.
Nah, keunggulan ini yang coba kami eksplorasi terlebih dulu. Sejak tiba di bandara Abdul Rachman Saleh di Malang, Jatim, hingga menuju kawasan Gunung Bromo, kami bertindak sebagi penumpang terlebih dulu di jok baris kedua yang menggunakan captain seat tersebut, dan sesekali jajal duduk di jok paling belakang. Heemm.. meski postur tubuh lumayan tinggi, yaitu 179 cm, leg room maupun head room terasa sangat lapang. Bahkan kaki bisa diposisikan selonjoran ke depan, dengan menggeser setelan jok agak ke belakang. Posisi duduk juga terbilang nyaman, apalagi disediakan sandaran tangan pada masing-masing captain seatnya, serta sandaran jok yang bisa direclining sangat rebah. Tapi bila ada penumpang dewasa di row paling belakang, sebaiknya posisi bangku baris kedua ini disetel geser di paling tengah, agar sandaran jok bisa disetting agak rebah sedikit untuk mendapatkan posisi duduk yang rileks.
Baca Juga : All New Toyota Rush vs All New Daihatsu Terios Mana yang Terbaik
Dijamin deh leg room untuk penumpang belakang, masih cukup ideal dan bisa santai pula. Oh iya, untuk keempukan busa jok baris kedua dan ketiga, kami rasakan cukup moderat lah, tidak terlalu empuk maupun keras. Namun berbeda ketika duduk di jok driver maupun penumpang depan kiri, kami merasakan busanya sedikit lebih empuk. Apakah beda material busanya atau hanya sugesti saja ya? Maklum, soalnya untuk kedua jok baris terdepan ini, penyetelannya sudah elektrik. Bisa jadi vendornya beda, hehehe.. Tapi ingat, karena Cortez tipe tertinggi ini dilengkapi ftur sunroof, otomatis ventilasi double blowernya dipindah di plafon antara row baris kedua dan ketiga. Nah, jika Anda termasuk yang sering mengalami pusing jika kepala terkena embusan langsung angin dingin, sebaiknya setelan kipas blower AC belakang ini diposisikan di setelan paling rendah saja ya. Sebab kalau terlalu kencang, embusan angin AC akan langsung mengenai kepala, lantaran ventilasi AC belakang tersebut posisinya lumayan dekat ke kepala penumpang baris kedua. Satu lagi yang menyumbang kenyamanan di dalam kabin, selain sajian hiburan dari sistem in car enterteinmentnya yang bisa menampilkan beberapa format hiburan, juga lantaran kekedapan kabinnya sangat baik. Noise dari angin saat melaju kencang, maupun raungan mesin serta gesekan ban ke aspal, tidak begitu terdengar. Jika harus menilai dari poin 1 sampai 10, pontennya kira-kira ada di angka 8,5
BANTINGAN & HANDLING
Hal lain yang membuat kami lebih suka jadi penumpang di belakang saat naik Cortez, adalah peredaman sistem suspensinya yang jempolan. Di kelasnya, bisa dibilang bantingan suspensi Cortez tipe tertinggi ini paling nyamanan saat ini. Hal itu dibuktikan saat melewati jalan keriting, bergelombang hingga rusak yang kerap ditemui dalam perjalanan, guncangan yang kami rasakan terbilang minim. Bahkan ketika melibas kontur jalan bergelombang pada kecepatan tinggi yang sempat kami temui di dalam menuju kota Surabaya, dan membuat mobil seperti ‘terbang’, kaki-kaki Cortez 1.8 L Lux+ i-AMT hanya mengayun sekali, setelah itu stabil kembali. Begitu pula ketika coba menanuver di kecepatan 100 km/jam di tikungan yang lumayan lebar, sama sekali tak terasa ada gejala body roll.
Mungkin saja semua kemampuan positif tersebut, berkat penerapan sistem suspensi McPerson Strut dengan coil spring di bagian depan dan independent suspension dengan coil spring di kaki-kaki belakang yang konstruksinya tepat. Serta dukungan teknologi Electronic Stability Control (ESC) dengan Traction Control System (TCS), yang berfungsi menjaga laju kendaraan tetap stabil. Oh iya, sensasi peredaman suspensi Cortez tipe L ini, mungkin akan berbeda pada Cortez tipe C. Pasalnya, suspensi belakang Cortez tipe C belum independent, hanya semi saja. Sayangnya, dalam acara media test drive ini, pihak Wuling tidak menyediakan unit yang tipe C. Jadi, kami belum bisa menggambarkan bagaimana bantingan suspensi dan handlingnya.
PERFORMA AKSELERASI
Ini mungkin info yang paling ditunggu-tunggu pembaca sekalian, yaitu bagaimana sensasi tarikan Cortez yang menggunakan transmisi i-AMT? Jujur saja, dengan tenaga maksimum hanya 129 dk di 5.600 rpm dan torsi puncak 174 Nm yang dimuntahkan dapur pacunya yang berkapasitas murni 1.798 cc, 4 silinder segaris, DOHC 16 valve, VVT-i, awalnya kami tidak begitu berharap banyak, alias menyangka performanya akan biasa-biasa saja. Namun perasaan itu langsung sirna ketika mobil ini kami ajak mendaki ke kawasan Gunung Bromo, dan beberapa spot wisata lainnya yang banyak dihiasi kontur jalan mendaki yang lumayan curam. Padahal masing-masing unit yang disediakan, berisi 4 penumpang dewasa dengan barang bawaan lumayan banyak. Cortez mampu membuktikan performanya, dengan berhasil melewati berbagai jalan menantang tadi, tanpa kendala berarti. Tapi memang, butuh trik tersendiri agar mobil bertransmisi i-AMT ini kuat mendaki di tanjakan ekstrem seperti di Bromo, terutama kala menuju kawasan Lautan Pasir Berbisik. Selain pandai memilih jalur, terutama ketika melewati tanjakan curam yang menikung tajam, sebaiknya transmisi diposisikan ke manual, yang memang tersedia pada sistem transmisi i-AMT Cortez. Cara memindahkan ke posisi manual, cukup geser tuas persneling ke kiri (dari posisi D), lalu tekan tuas ke atas (untuk naik gigi) atau ke bawah (untuk turun gigi) buat memilih gigi yang ideal (gigi 1 sampai 5) sesuai kondisi jalan.
Seandainya ingin jajal menanjak pakai gigi ‘D’, disarankan menggunakan mode Sport (S), dengan menekan tombol ‘E/S’ yang ada di sisi kanan bawah tuas persneling. Pada mode ‘S’ ini, rasanya seperti melakukan overdrive pada mobil bertransmisi otomatis konvensional alias yang menggunakan torque converter. Gigi transmisi akan turun tiba-tiba dan rpm mesin meninggi, untuk mendapatkan akselerasi yang lebih responsif. Sementara mode ‘E’ atau Eco, untuk berkendara yang lebih efsien dan ramah lingkungan. Oh iya, perpindahan gigi transmisi i-AMT pada posisi ‘D’ ini terbilang smooth dan jedanya tidak begitu lama. Nah, bila ingin pergantian giginya berlangsung cepat, setelah pedal gas ditekan dalam dan putaran mesin mencapai di atas 3.000 – 4.000 rpm, kendurkan sedikit tekanan pedal gas sampai rpm agak turun, maka posisi gigi bakal lebih cepat berganti. Itu triknya. Lantas bagaimana dengan larinya di jalan datar? Hemm.. lagi-lagi kami dibuat kagum dengan kemampuan akselerasinya.
Meski berisi beban banyak, Costez 1.8 L Lux+ i-AMT yang kami kendarai ini mampu melaju cepat dengan waktu terbilang cepat. Saat iseng-iseng diukur akselerasinya menggunakan aplikasi GPS Acceleration di smartphone Android, untuk mencapai kecepatan 0 – 100 km/jam, mampu diraih dalam waktu 15,2 detik. Mungkin kalau nyetir sendirian, bisa lebih cepat. Sementara ketika jajal top speed di jalan bebas hambatan, kami sempat meraih kecepatan 160 km/ jam di spidometer. Itu pun masih ada sisa gas sedikit dan rpm mesin belum sampai mentok red line. Padahal isi kabin ada 4 orang dewasa dan barang bawaan banyak loh. Nah, untuk hasil uji yang lebih akurat lagi, tunggu ulasan Test Drive-nya ya sob!
- Fungsi Handycam Vs Kamera, Pilih yang Mana ? - December 16, 2024
- Kamera DSLR Canon dengan Wifi | SLR Termurah Fitur Lengkap - December 16, 2024
- Kamera Saku Layar Putar Murah Berkualitas Resolusi 4K Untuk Vlog & Selfie - December 15, 2024