Sejarah China Taipei
TELUSUR JEJAK LELUHUR DI TAIPEI MENYELAMI KEHIDUPAN PARA PENDAHULU DI WILAYAH TAIPEI DENGAN MEMAHAMI TRADISI RELIGIUS, SOSOK PEMIMPIN, DAN TEATER BERNUANSA KEJEPANGANNYA.
KUIL LONGSHAN YANG MENGAKAR DI MASYARAKAT Dua pengunjung menangkupkan tangan di halaman depan dekat gapura megah Longshan Temple. Mereka berdoa menghadap tiga patung Buddha yang terpajang di meja sembahyang. Longshan Temple didirikan tahun 1738 oleh para imigran dari Provinsi Fujian di Tiongkok. Kuil Longshan sempat menjadi pusat berkumpul, perayaan, dan ibadah residen Taipei.
Kuil pun didedikasikan bagi Guanyin, dewi welas asih dalam Buddhisme. Sekarang tempat ini menaungi ratusan patung Buddhisme, Taoisme, serta Konfusianisme. Konon, Longshan Temple populer karena anggapan bahwa segala doa yang terucap di sini bakal dikabulkan. Orang-orang beribadah bersama di ruang terbuka. Mereka menggenggam dupa yang dibakar, lalu mengayunkannya. Kuil Longshan juga tak melupakan persembahan. Saya melihat meja panjang di tengah kelenteng. Umat menaruh jeruk, apel, biskuit kemasan, maupun bunga segar di meja. Apa yang saya lihat layaknya kebiasaan di rumah. Kami menempatkan apel berikut buah-buahan lain di altar sembahyang.
Hal itu adalah bagian dari sembahyang ce it dan cap go tiap tanggal 1 dan 15 kalender Imlek. Saya sedari tadi merasa nyaman dan familiar di sini. Saya terus mengitari kuil bersama Zhou Junjie, pemandu saya, yang akrab disapa Jeff. Pria 38 tahun itu juga menjalani tata cara ibadah seperti ini mengikuti kepercayaan yang ia anut. Melewati kerumunan umat, saya bertanya pada Jeff tentang apa yang sedang berlangsung di pojokan kuil. “Mereka mendengarkan Master,” ujar Jeff. Segenap umat memerhatikan ceramah biksu dengan saksama. Jeff lalu mengucapkan kata Mazu, yang ternyata merupakan topik khotbah. Mazu adalah dewi laut yang dikenal luas di Taiwan.
Banyak pendatang Taiwan dari Fujian memohon keselamatan kepada Mazu sebelum kapal berlayar. Setiba di Taiwan, mereka membangun kuil Mazu sebagai rasa syukur. Tak sebatas ceramah, sebagian umat turut memanjatkan doa melalui dupa. Hati ini terasa hangat setelah menyaksikan segelintir kehidupan lokal Taipei. UPACARA PARA SERDADU CHIANG KAI-SHEK Saya menyempatkan diri ke Chiang Kaishek Memorial Hall untuk menyaksikan penggantian shift para prajurit yang bersiaga. Prajurit-prajurit ini mewakili angkatan darat, angkatan laut, dan angkatan udara Taiwan. Angkatan militer mana yang bertugas digilir per empat bulan. Dua serdadu berjaga, lalu dirotasi satu jam sekali. Prosesi yang berlangsung sekitar sepuluh menit ini dilaksanakan tiap hari. Presiden pertama Taiwan, Chiang Kai-shek, memiliki andil dalam sejarah Taipei. Ia terlibat perang saudara, di mana ia yang berhaluan nasional melawan pemerintah komunis Mao Zedong. Berakhir dengan kekalahan, ia hijrah ke Taiwan. Jabatannya sebagai presiden Republic of China, nama resmi Taiwan, berlanjut di kantor kepresidenan Taipei. Walau dipandang otoriter, ia dianggap tokoh di balik modernisasi ekonomi Taiwan.
Di gedung putih beratapkan biru inilah tempat upacara berlangsung. Para pelancong memadati aula. Sulit bagi saya untuk berdiri di spot foto paling dekat dengan batas yang diperbolehkan. Harusnya saya datang lebih awal, sebab upacara dimulai tepat waktu. Penggantian honor guard diawali oleh tiga prajurit yang berdiri tegak sempurna. Mereka memegang drill rifle dan menghadap patung perunggu Chiang Kai-shek. Dua prajurit dari shift sebelumnya pun bergabung di paling kiri dan kanan barisan. Kelima serdadu adalah bagian dari angkatan udara Taiwan, terlihat dari seragam biru tua mereka. Serdadu di tengah memberi hormat kepada Chiang Kai-shek. Posisi pun berubah karena para guardsmen tak lagi membelakangi. Prajurit di paling kiri dan kanan bertatapan dengan honor guard di sampingnya. Serdadu paling tengah menghadap kami dengan intens dan datar. Biarpun begitu, jepretan ponsel maupun kamera tak henti-hentinya terdengar. Empat serdadu lainnya lalu beralih menatap kami sambil memegang gagang senapan ke bawah hingga dengan tangan terbuka. Performance yang amat kompak dan apik. Dua prajurit kemudian maju ke depan. Prajurit di tengah terdiam. Keempatnya lalu menyusul mengelilingi serdadu yang di tengah tadi. Mereka akhirnya menghadap pemimpin pertama Taiwan sekali lagi, kemudian bubar jalan. Dua prajurit baru pun menggantikan dua serdadu yang berjaga sebelumnya.
Saya bergegas mengabadikan patung Chiang Kai-shek dari segala sisi usai seremoni berakhir. Saya memerhatikan dua guardsmen baru. Banyak yang memotret mereka, tapi tak satu pun yang terusik. Mereka tetap berdiri kaku. DEMAM EMAS DI TEATER JEPANG Jiufen awalnya adalah desa tanpa jalanan dan pembangunan. Penghuninya semula hanya sembilan keluarga. Segala barang juga diangkut oleh kapal. Terletak di New Taipei City, timur laut Taiwan, Jiufen ditempuh sekitar sejam dengan berkendara. New Taipei City sebelumnya bernama Taipei County. Status kota dijadikan setingkat provinsi pada 2010. Dikelilingi pegunungan dan laut yang tengah berkabut, saya mendengarkan kisah Jeff. Ia yang telah berkali-kali mengunjungi Jiufen tetap mengagumi dan menggemarinya. “Jiufen itu memori orang Jepang,” ucapnya. Taiwan sempat dijajah Jepang dari 1895 sampai 1945. Jeff menambahkan bahwa banyak wisatawan Jepang kini pergi ke Taiwan karena adanya leluhur yang lahir di sana. Jiufen juga pernah dihuni para pendatang asal Jepang. “Dulu Jiufen punya emas dalam gunung,” tambah Jeff. Tahun 1890-an, emas ditemukan di Jiufen. Gold rush seketika melanda. Jiufen berkembang pesat dengan emasnya yang berlimpah di masa kolonial Jepang. Saya dan Jeff turun dari mobil. Kami lalu menyusuri Jiufen Old Street. Saya melewati para pedagang yang menjajakan camilan maupun suvenir khas di kanan dan kiri saya. Jeff kemudian mengajak saya ke Shengping Theater. Didirikan tahun 1934 di zaman Kaisar Hirohito, gedung teater ini merupakan tempat hiburan terpenting Jiufen pada masanya. Warga setempat menikmati film-film, opera Taiwan, jidaigeki atau drama berlatar zaman Edo, serta puppet theater. Namun penambangan emas menurun pada era 1970-an. Jumlah penduduk berkurang. Teater perlahan sepi. Pamor Jiufen sempat meredup, tapi sekarang tak lagi demikian. Saat teater masih jaya, deretan enam kursi ditempatkan di lantai dasar. Kursi-kursi kayu bentuk U untuk kelas utama berada di lantai atas. Saya pun menemui kursi-kursi di lantai paling bawah, meski susunannya kini berbeda. Proyektor tua ditaruh di belakang kursi penonton. Narator atau benshi juga hadir mendampingi penonton. Karena penonton kesulitan memahami alur film bisu yang ditayangkan, naratorlah yang menjelaskan ceritanya. Ia pun mengisi suara para karakter. Ketika ada momen seru di film, penonton akan bersorak dan bertepuk tangan. Benshi bertingkah berlebihan pula. Misalnya, ia bisa berkata kalau tokoh itu tewas setelah dihajar sampai tak sadarkan diri. Kalau tokoh itu sadar, benshi akan mengelak dengan alasan bahwa karakter itu nyatanya belum tewas. Penonton lalu tergelak. Di sekitar kursi-kursi, terdapat etalase yang memajang koleksi film klasik. Kios yang menjual makanan dan minuman pun ditata semirip suasana teater saat itu. Jiufen, desa yang tak lagi sepi dan terlupakan, menanti siapa saja untuk memaknai nostalgia dalam kehidupannya masing-masing.
HOW TO GET THERE? Taipei Metro bisa mengantar Anda keliling Taipei. Menuju Longshan Temple, naik Bannan Line (Line 5) dan berhenti di Longshan Temple Station. Keluarlah di Exit 1. Untuk Chiang Kai-shek Memorial Hall, naik TamsuiXinyi Line (Line 2) atau SongshanXindian Line (Line 3). Turun di Chiang Kaishek Memorial Hall Station, lalu jalanlah ke Exit 5. Informasi lebih lanjut tersedia di english.metro.taipei. Untuk sampai di Jiufen, naik Wenhu Line (Line 1) atau Bannan Line. Setelahnya turun di Zhongxiao Fuxing Station. Jalanlah ke Exit 1, lalu naik bus nomor 1062 (Keelung Bus). Turunlah di perhentian Jiufen Old Street. Tak dikenakan biaya masuk untuk Longshan Temple, Chiang Kai-shek Memorial Hall, serta Shengping Theater.
- videos yandex 2020 bokeh full - November 21, 2024
- yandex com vpn video full bokeh lights s1 - November 21, 2024
- yandex browser video bokeh museum - November 21, 2024